Minggu, September 05, 2010

sekolah hidup

beberapa bulan lalu, aku pernah berbincang dengan seorang teman kuliahku. Dan saat itu, tiba2 aku teringatkan akan sebuah kenangan masa lalu. Sebuah sejarah hidup yang tak mungkin aku lupakan. Tentang sekolah terindah dalam hidupku, tentang masa yang memberiku sangat banyak pelajaran. Jujur, berawal dari tempat itu aku tahu banyak hal. Kedewasaan, toleransi, kejujuran, persahabatan, kebijaksanaan, jiwa2 pembelajar, dan yang paling sangat aku rindukan adalah jiwa2 persaingan sehat kami.

Sekolah bernama SMP Negeri 2 Bandung. Satu2nya sekolah yang selalu aku banggakan. Satu2nya sekolah yang namanya akan selalu hidup dalam sanubariku. (asa lagu wajib.. hehehe). Tidak hanya karena ia dibilang sekolah “favorit” di kota Bandung, tapi juga karena ilmu dan perjalanan hari kehari yang tak pernah aku lupakan. Disana aku ingat, sebuah perjalanan panjang kami. Sebuah ciri khas SMP 2 yang sangat aku banggakan, dan tak pernah aku temukan hingga hari ini. Sebuah mental persaingan sehat yang menciptakan berbagai karakter manusia. Disana, ketika sebuah pertanyaan muncul, akan muncul banyak jawaban dari berbagai pandangan yang membuka pikiran kita, membuka pola piker kita, memperluas cara pandang kita, dan mencari jawaban paling tepat. Tapi jangan salah, ketika jawaban itu muncul, tidak sebatas jawaban yang tak beralasan. Semua pasti berlandaskan pada apa yang telah kita baca sebelumnya.

Kecil saja. Melalui persaingan itu, kita tidak merasa teman yang mengungkapkan pendapat dan jawaban nya, adalah orang yang so eksis, pengen dikenal guru, pengen unjuk gigi, tapi untuk meluruskan pandangan, menyamakan persepsi. Justru itu sangat menyenangkan. Setiap hal kami diskusikan. Teori2 biologi, kimia, fisika, sejarah, sosiologi, ekonomi, sejarah dan segala hikmahnya pada kehidupan kita saat itu. Bahkan agama pun kadang kami diskusikan. Percayalah, aku kayak punya teman tutorial 40 orang !!!!! SENEEEENNGGG BANGEEETTT !!!

Kami semua berlomba untuk memberikan pendapat terbaik, mengajukan solusi terbaik, dan menciptakan suasana yang dinamis. Pro kontra muncul. Pemikiran2 logis terbentuk. Kesadaran membaca pun datang. Setiap hari, setiap malam, kami berlomba membaca segala hal untuk kami “lombakan” besok. Setiap hari, ada ide2 baru datang. Setiap hari, ada semangat baru yang tertularkan. Setiap hari, ada inspirasi yang hadir. Hidupku seakan sangat dinamis. tapi apa daya, masa itu harus berakhir dalam 3 tahun disana.

Sampai aku menemukan sebuah suasana baru di sekolah yang baru. Tidak sedinamis saat itu. Tapi menurutku cukup toleran untuk menghadapi berbagai pandangan, berbagai pikiran, berbagai pendapat, dan berbagai karakter tepatnya. Tapi suasana itu hanya aku temukan di tahun pertama. Tahun kedua dan ketiga aku sangat sadari mental itu terkubur dalam2. Aku MUAK !!!! aku sangat merasa mengalami penurunan. Aku tidak lagi bisa bersaing dalam pelajaran (it means tidak bersaing dalam kebaikan), aku malah dicemooh ketika aku ingin menunjukkan jiwa2 persaingan itu. Aku malah jadi bahan cercaan ketika aku berusaha mengekspresikan jiwa2 yang tertanam dalam diri aku sejak SMP. Dan ternyata, sampai kuliah pun tetap seperti itu.

Di SMP 2 aku belajar berbagi ilmu dengan cara yang sungguh berbeda. Di SMP 2 aku belajar mengerti arti sebuah persahabatan dengan cara yang Allah takdirkan untukku. Di SMP 2 aku mulai belajar mencari arti sebuah kedewasaan. Di SMP 2 aku mulai belajar menjadi seorang pemimpin. Di SMP 2 aku diajari bagaimana sebuah kebijaksanaan sangat penting. Di SMP 2 aku mendapatkan ilmu mengenai kemandirian belajar. Di SMP 2 aku belajar mengabdi untuk banyak orang.

Sebuah Hymne yang dibuah oleh Alm. Harry Roesli untuk SMP Negeri 2 Bandung yang tak mungkin aku lupa. Karena amanahnya akan selalu aku pegang.
“Harum namamu dan wibawa
Laksana gairah tresna
Mekar berbunga dan menyangga
Serentak maju kemuka

kau siram tanah yang gersang
dentangkan jatung pelajar
kau tempuh karang penghalang
berjuang, meradang, dan menang

kan kami jaga keagungannya
SMP Negeri 2
.
Alhamdulillah Allah memberikan ini untukku, semua ilmu yang kini sedang ku tata ulang untuk menjadi seorang rima yang sesungguhnya.

Belajar menjadi pemenang

Tulisan ini adalah tentang apa yang aku dapat di materi TRANSFORMER oleh Prof. I Gede Raka, seorang guru besar ITB, di hari pertama kegiatan OPPEK FK UNPAD 2010 kemarin.
“belajar adalah sebuah proses perubahan menjadi diri yang lebih baik untuk menjadi seorang PEMENANG, demi mewujudkan kehidupan yang bermakna”
Jangan sampai kita belajar yang tadinya kera, keluar menjadi monyet. 2 nama yang berbeda tapi masih itu2 juga. Mungkin itu garis besar apa yang saya dapat disana. Pada materi ini, beliau menekanan bahwa ketika kita belajar, kita harus jadi lebih baik, terutama secara mental.

Kalau ada yang pernah baca teori hirarki kebutuhan manusia dari Maslow, disana ada 5 poin basic of needs seorang manusia : physiologic, security, social, achieve, and self-actualization. Ketika seseorang hanya mencapai titik achieve, disana hidup seseorang hanyalah BIASA. Sedangkan kita, sebagai mahasiswa, tidak boleh hanya menjadi orang biasa. Seorang mahasiswa adalah seseorang yang dituntut menjadi sosok yang luar biasa, dimana dalam hirarki ini mampu mencapai level self-actualization. Sebuah proses dimana seseorang mengembangkan potensi nya dan mengaplikasikannya kepada lingkungan.

Jika kita ingat lagi kodrat kita sebagai manusia, kita tidak hidup untuk diri kita sendiri. Bahkan Allah dalam Al-qur’an menyatakan bahwa manusia diciptakan adalah untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin, rahmat untuk semesta alam. Dan semesta alam itu bukan hanya diri kita sendiri, tapi seisi dunia. Allah juga berfirman bahwa sebaik-baiknya manusia adalah dia yang bermanfaat, dan Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang berilmu. Hal ini membuktikan, bahwa seseorang yang luar biasa adalah mereka yang mampu menggali ilmu sebanyak-banyaknya dan mengamalkannya kepada lingkungan. Bagaimana kita mau memberi manfaat yang maksimal dan tepat ketika kita sendiri tidak memiliki ilmu untuk bermanfaat tersebut.

Semua ini menginspirasi dan mengingatkan saya untuk benar2 berpandai2 menggali hikmah dari setiap proses pembelajaran yang ada dan mengembangkan diri tanpa henti serta tak lupa untuk mengaplikasikannya dalam lingkungan. Kenapa? Karena kita harus menjadi seorang PEMENANG, dimana pemenang adalah seseorang yang mampu mencapai tujuan hidupnya dan memiliki hidup yang bermakna. Hidup yang tak hanya untuk diri sendiri tapi juga bisa memberi manfaat bagi lingkungan dan meninggalkan jejak baik dalam hidup. Hidup yang dengan keberhasilan didalamnya tidak merugikan diri sendiri atau orang lain, justru menguntungkan diri sendiri dan orang lain.

Pada materi ini juga, beliau juga menginspirasi saya, bahwa jika kita ingin sukses, lakukanlah apa yang kita cintai, dan cintailah yang kita lakukan. Hal ini beliau ajarkan melalui sebuah pengalaman hidupnya. Beliau yang berasal dari jurusan mesin, tapi beliau tidak cinta pada jurusan itu. Beliau bisa lulus, tapi beliau tidak cinta sehingga tidak banyak mengembangkan diri di bidang itu. Hal ini membuat beliau mencari cara lain untuk sukses, salah satunya adalah sekarang ini beliau sedang menyelesaikan sebuah buku tentang pendidikan karakter bagi guru2 yang berada di daerah. Padahal beliau ber-basic teknik mesin lulusan ITB. Ketika kita melakukan apa yang kita cintai dan mencintai yang akan kita lakukan, kita akan melakukan nya dengan sungguh2 sehingga kita mampu menjadi diri yang bermanfaat.

Poin utama pada materi ini adalah bagaimana menjadi pembelajar transformasional. Beliau memberikan 5 tips untuk itu : make friends, belajar bahasa asing/learn foreign language, MEMBACA, AKTIF, dan BERKONTRIBUSI. Poin 3 dan 4 adalah sangat menarik buat saya.

Pertama, membaca. Buku sebagai media komunikasi kita dengan dunia. Dan kesadaran akan ini sungguh masih sangat saya butuhkan. Saya yang minat membacanya sudah mengalami degradasi, harus memunculkan kembali minat baca (katanya siih bukan Cuma saya, tapi juga insan2 muda). Terutama membaca berbagai buku yang bukan tentang ilmu keprofesian kita, sehingga wawasan kita menjadi lebih luas.

Kemudian, aktif. Aktif disini adalah aktif dalam berorganisasi. Hal ini mengenalkan kita kepada sesuatu bernama dinamika sosial. Dinamika social adalah salah satu cara yang sangat baik untuk proses pengembangan diri. Beliau menganalogikan nya dengan proses pembuatan beras. Ketika gabah ditumbuk dengan menggunakan alu, bukan karena tertumbuk oleh alu lah gabah ini bisa menjadi beras, tapi karena proses pergesekan antar gabah itulah yang membuat kulit gabah terkelupas dan menjadi beras. Begitu pula dengan dinamika social yang ada. Bukan karena orang2 yang di lingkungan itu yang membuat seseorang bisa berkembang menjadi sosok yang lebih baik, tapi setiap dinamika antar orang2 tersebutlah yang bisa mengembangkan seseorang.

KENAPA KITA TIDAK BOLEH MENJADI SESEORANG YANG BIASA? Jawabannya, karena khawatir Allah gak ridha atas kita. Khawatir Allah sebenarnya ingin diri kita menjadi seseorang yang luar biasa menurut-Nya, tapi ternyata kita hanya berusaha menjadi orang yang biasa saja. Dan jawaban lainnya adalah, itulah yang membedakan manusia dengan kera. Perbedaan DNA yang hanya sekitar 1,6% membuat kita harus benar2 berhati-hati dalam hidup. Ketika kita tidak menggunakan 100% diri kita untuk menjadi manusia seutuhnya, berarti kita bisa dibilang sama saja dengan kera. (gak mauu kaaannn???)

1 jam yang sungguh bermakna. Sangat menginspirasi. Terimakasih, prof. ^^ dan semoga dengan saya menulis ini juga mampu menginspirasi orang2 yang membacanya.
“sampaikan ilmu walau hanya satu ayat”

Popular