Selasa, Desember 31, 2013

Memaknai tahun baru

Lagi saya bilang, waktu kecil, saya ini didikan dari pesantren ke pesantren. Meski ilmu agama saya masih dangkal, masih tetep nempel kok pemahaman yang dulu itu. Meski sempat ada di fase 'salah kaprah', tapi rasa yang lalu itu masih tetap ada. Pembiasaan dari ibu saya ini melekat. 23 tahun saya hidup, masih bisa dihitung jari berapa kali saya merayakan tahun baru.

Selama ini saya hampir selalu tahun baru dengan berdiam diri di rumah, mendekat pada Allah, bermuhasabah diri, dan merencanakan masa depan. Lalu semakin hari semakin berubah pandangan saya untuk tahun baru ini. Mungkin bisa dibilang saya ini kuno. Tapi buat saya, tahun baru ini ga berarti apa2. Kalau mau muhasabah, ber'resolusi', merencanakan masa depan, kenapa harus di tahun baru?
Kalau merasa melakukan kesalahan, ya segera perbaiki. Kalau usahanya masih kurang, ya tambah lagi usahanya. Kalau merasa mendapat pencapaian, segera bersyukur. Kenapa harus menunggu tahun baru?

Kasar kalau saya bilang orang2 yg heboh2 merayakan tahun baru itu bodoh. Tapi petunjuk al-qur'an pun tidak pernah memberi 'sekat' pada waktu, tidak pernah ada sunnah yang mengaitkan pada tahun baru, dan tidak pernah ada alim ulama yang menyatakan tahun baru itu perlu dirayakan. Tahun baru islam, 1 muharrom, pun tidak dirayakan dengan menghitung mundur waktu. Tahun baru islam yang saya kenal, adalah dengan mengenang sejarah yang terjadi dibalik itu semua, mendoakan pendahulu2 kita yang memulai perjalanan hijrah untuk dakwah, dan dengan menggaungkan kebesaran Allah. Bukan untuk memberi sekat pada waktu, bukan membatasi perjuangan, sehingga jika dalam satu tahun target tidak tercapai lalu menyatakan diri gagal. Untuk urusan profesional mungkin boleh, tapi urusan kehidupan, urusan hidup yang bisa saja menit2 berikut Allah memanggil kita, tidak ada batasan.

Kalau mau jadi lebih baik, ya gerak segera, berusaha dan berdoa. Pintu taubat selalu ada jika kita mau. Kasih sayang Allah tidak pernah berhenti ataupun terputus. Setiap detik Allah tunggu kehadiran kita, bagaimana kita mengingatNya, dan memberi maaf bagi yang bersungguh2 memintanya. Lalu apa makna merayakan tahun baru? Tahun baru masehi pula yg entah bagaimana sejarahnya dan makna nya bagi kita.

Wallahu'alam bisshawab

Belajar cinta dari Allah

Belajar cinta dari Allah.
Pernah baca kalimat semacam itu dari blog adik kelas yg di fk ui. Kalimat yang menarik. Kemudian saya berusaha memaknai itu perlahan dengan cara saya, dengan mengenal Allah, mendekat terus pada Allah, hingga akhirnya saya punya persepsi sendiri tentang cinta.

Saya belajar cinta dari Allah, dari belajar menunjukan cinta pada Allah, belajar menunjukkan kesungguhan pada Allah, dan memaknai segala pemberian Allah di hidup saya. Hingga akhirnya saya merasa bahwa cinta yang sesungguhnya adalah cinta pada Allah. Jika kamu memiliki cintaNya, maka cinta bumi dan seisinya akan menuju padamu. :)

Semakin banyak mendekatkan diri pada Allah, semakin hati ini takut menyatakan cinta pada makhlukNya. Bukan karena malu atau segan, tapi karena takut. Takut makhlukNya ini belum sungguh2 mencintaiNya, lalu 'salah pilih' imam, lalu salah langkah seumur hidup. Karena dia yang sungguh2 dalam mencintaiNya akan tahu bagaimana cara mencintai sesama.

Gimanapun, saya ini perempuan desa, didikan dari pesantren ke pesantren (meski bukan santri tetap), binaan ibu, yang sudah mendidik ribuan ustadz,dengan pola pikir sedikit kuno mungkin di mata orang. Ibu saya pun mengajarkan saya bahwa cinta yang sesungguhnya adalah padaNya. Selama 23 tahun ibu saya tunjukkan seperti apa imam yang baik, ibu yang baik, dan istri shalihah. Maka dia yang faham bagaimana cinta Allah akan tahu bagaimana menjadi imam yang baik bagi saya.

Mungkin beginilah cara saya menikmati hidup. Sedikit aneh di mata orang2. Belajar cinta ya dari Yang Punya Cinta yg Hakiki, belajar rasa ya dari Sang Pembolak Balik Hati :)

Resolusi

AMANAH, ISTIQOMAH, MANFAAT, CERDAS, KUAT, HUSNUL KHOTIMAH.
6 nilai yang saya mau itu jadi bagian dari diri saya.

Sama seperti dulu2, setiap muhasabah diri, saya selalu menjadikan aspek2 nilai sebagai resolusi. Dan kali ini muhasabahnya cukup jauh kedepan. Saya berkaca sambil memikirkan diri saya 5, 10, 20, 40 tahun lagi (kalau Allah beri umur). Saya berpikir ulang lagi dan lagi, bukan tentang mau jadi apa saya, tapi saya mau jadi bagaimana. Selama ini aspek2 duniawi yang jadi ujung jalan saya. Dan itu buat saya berpikir bahwa jika saya sudah menggapai itu, lalu apa lagi? Banyak berpikir lagi bahwa esensi hidup bukan tentang jadi apa, tapi bagaimana kita menjalani hidup dan bagaimana kita mengakhiri hidup. Berpikir bahwa yang terpenting adalah bagaimana saya nenjadikan hidup saya terbaik bagi diri saya, terbaik untuk lingkungan saya, berakhir tanpa sesal, berakhir dengan ikhlas. Saya mau menemui Allah dalam keadaan tersenyum.

Kemudian saya banyak mereview kehidupan dari hari ke hari selama bertahun2 ini. Banyak hal yang selama ini tidak tuntas. Banyak residu. Kalau diingat, menimbulkan sesal. Dan saya lelah dengan itu. Bukan tidak menerima takdir, tapi saya harusnya berbuat lebih. Akhirnya saya banyak mencari2 akar permasalahan yang sebenarnya.

Banyak menggali dan ngobrak ngabrik hati ttg masa lalu, akhirnya saya menemukan 6 nilai itu yang paling menjadi masalah dalam diri saya. 6 masalah yang selalu jadi target hidup dari tahun ke tahun tapi paling sulit dicapai. 6 nilai yang selama ini membuat diri saya gak pernah tuntas dengan urusan2 saya. Malu. Sangat malu karena 23 tahun dikasih waktu sama Allah tapi masih tergopoh2 dalam menjaga iman, menstabilkan ibadah, mengasah kemampuan, memberi manfaat, dan menggali ilmu. Masih sangat harus naik turun, jatuh bangun, terpleset lalu kembali berdiri. Sulit.

Tapi yang saya yakini, 6 nilai itu bisa buat saya menjadi lebih baik di mata Allah. Sungguh. Bukan untuk dunia saya inginkan itu. Tapi untuk Allah, untuk mempercantik diri saat bertemu Allah kelak. Saya ingin Allah menilai saya sebagai wanita dengan nilai2 itu. Saya ini kecil bukan siapa2 bukan apa2, tapi saya ingin jadi kekasih Allah.

*kalaupun saya harus mencintai makhluknya, saya hanya ingin cinta itu karena dia mencintai Allah sebesar2nya, karena saya hanya ingin jadi kekasih Allah di surga kelak.

Selasa, Desember 17, 2013

Kalau saja.....

Sering dari kita mengucap 'kalau saja' atau 'andaikan'. Jika anda bicara itu tentang masa depan, itu namanya anda sedang membangun mimpi. Anda sedang perlahan meyakinkan diri bahwa masa depan itu bisa terjadi. Tapi jangan pernah ucapkan itu tentang masa lalu, karena itu pertanda bahwa anda tidak ikhlas akan hidup anda yang dulu, tidak ikhlas akan takdir Allah dalam hidup anda dulu, dan tidak ikhlas akan hidup anda saat ini-karena hari ini adalah hasil dari masa lalu.
Terima takdir itu, dan ucapkan selamat pagi pada hari ini, sambut hari esok dengan niat dan usaha yang lebih baik di hari ini.
Semangat pagiiii!!!

Senin, Desember 16, 2013

Kekasih hati

Allah, indah ini terlalu untuk saya yang masih jauh dariMu. Kuatkan untuk terus bersamaMu.
Indahnya jatuh lalu bangkit, lalu jatuh lagi dan berusaha bangkit lebih tinggi, dan terus begitu.
Allah ingatkan saat lalai. Allah tegur saat salah. Allah kuatkan saat lemah. Allah terangi saat gelap. Allah sejukkan saat gersang. Allah selalu dekat, meski saya sering menjauh. Allah selalu sadarkan, meski saya sering khilaf. Dosa ini terlalu banyak, tapi Allah tak pernah henti membuka pintu ampunanNya.
"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?"
Allah....Engkau lah yang seharusnya menjadi kekasih hati... Karena Engkau Sang Maha Pengasih dan Penyayang..

Minggu, Desember 15, 2013

Apa salah bpjs?

Bukan gak kasian sama orang yang lagi sakit, tapi ini justru bentuk perhatian saya. Hampir segala bentuk penyakit bersumber dari faktor sosioekonomi. Gaya hidup, itu yang paling utama. Saya sempet berpikir bahwa paradigma yang salah yang sudah membuat sistem kesehatan ini ambradul.

Contohnya....
Coba saja kalau masyarakat itu mengonsumsi gizi yg seimbang, mungkin penyakit jantung, diabetes, usus buntu, wasir, atau masih banyak lain nya, bisa dikurangi. Ga perlu mereka diakhir mengeluh gak punya uang untuk berobat. Atau pilihan lainnya adalah dalam berkendara. Kalau mereka memerhatikan rambu2, menggunakan pengaman (terutama helm) dgn benar, dan mengendarakan mesin itu dgn tenang, mungkin ga perlu ada head injury atau fraktur. Ujungnya, ga perlu mereka ngeluh ga punya uang buat operasi..

Pada dasarnya, masalah sosioekonomi sumbernya. Lalu, salah bpjs dimana?

Bukan marah

Ga suka complain untuk hal yg ga prinsip. Ga suka harus marah sama orang. Ga suka harus maksain sikap ke orang. Urusan rasa, hati yang urus. Urusan sikap dan perilaku, akal ikut bermain. Makanya, yang namanya sikap dan perilaku adalah pilihan.

Kadang kita memang butuh diingatkan ttg sikap dan perilaku ini, tapi akan lebih baik kalau kita banyak2 muhasabah diri. Sadar sendiri sama kelemahan dan kesalahan yg dibuat. Kita emang beda didikan, beda lingkungan, beda pemikiran, jadi beda kebiasaan. Saya lebih suka jadi observer dan menentukan sikap saya sama orang itu setelah tau dia gimana. Itulah kenapa sikap saya sama setiap orang hampir beda. Bukan berarti saya ga punya jati diri, tapi jadikan diri lebih fleksibel, toleran, dan special. Kenapa? Karena kalo kita bersikap dgn orang2 disekitar kita secara khusus, kitapun akan dapat balasan yang sama. Termasuk ketika marah.

Jadi, kalo ga mau dimarahin orang, jangan suka ngemarahin orang...

Kamis, Desember 12, 2013

Post ujian bedah

Ujian bedah selesai. Tinggal besok hari terakhir stase, lusa terakhir jaga. Tuntas rotasi kepaniteraan klinik alias koas. Tinggal tuntasin resume medis, dan nyiapin ukdi.
Ga kerasa waktu berlalu sangat cepat. Yg tadinya galau mau ditinggal ukdi angkatan, sekarang udah galau mau ukdi aja. Memulai keribetan yang dulu dialami temen2 buat ngurusin berkas2. Memulai mengubah fokus dan tanggung jawab jadi lebih baik. Ini beban berat. Tapi resiko saya kalo mau jadi dokter.

Bismillah. Allah, beri hamba jalan terbaik :)

Popular