Rabu, Maret 26, 2014

Target

Seorang senior pernah bilang sama saya 10 tahun lalu, tepat di depan gerbang dalem smp 2.
K: "Rim, kamu mau masuk sma mana?"
R: "sma 5, kang"
K: "kenapa ga sma3?"
R: "takut ah, kang.. Ketinggian"
K: "tapi kalo bisa masuk, mau?"
R: "ya mau lah kang"
K: "kalo gitu kamu ubah mindset kamu. Sesulit apapun, target kamu harus sma 3 aja dulu. Karena usaha kamu akan sesuai sama target kamu. Kalo kamu cuma narget sma 5, nantinya kamu yaa cuma bisa lulus sma 5"

Saat itu saya ga ngerti apa maksudnya dan lempeng2 aja. Lama2, diakhir saya kelas 3 smp, saya bilang sama akang itu kalo saya mau masuk sma 3. Taunya, pas saya lulus smp, bener aja, adaaa aja yg terjadi sehingga saya cuma bisa masuk sma 5. Termasuk kejadian demo siswa smp itu.

Atas pertimbangan ini itu, saya memutuskan masuk sma 8. Tapi karena pengen masuk sma 3 nya udah banget2 pas akhir itu, jadinya ngenes. Tiap lewat sekolah itu ngerasa ngenes, selalu inget momen itu. Gara2 kejadian itu, jadinya sekarang selalu pikir matang kalau pasang target. Hahahaha.

Btw, saya lupa nama si akang itu. Dulu kita suka omongin dibelakang sebagai si "teteret" karena suaranya toa banget :))

Selasa, Maret 11, 2014

Status baru dokter indonesia

Topik terhangat dikalangan dokter baru lulusan UNPAD 2008 adalah mengenai internship. Sebuah program dimana dokter-dokter baru harus menjalani 1 tahun magang di daerah tertentu, dan didampingi oleh supervisor. Program ini ditujukan untuk mematangkan kompetensi dokter Indonesia dalam hal praktis, sekaligus mengisi kekosongan dokter yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Sebelum menyelesaikan program ini, tidak ada dokter yang bisa memiliki Surat Izin Praktek (SIP).

Internship ini tidak jauh berbeda dari KKN yang dijalani mahasiswa tingkat akhir di program sarjana UNPAD, sebetulnya. Hanya durasinya yang berbeda, dan pembiayaannya yang berbeda. Pada internship, dokter baru harus menyelesaikan 1 tahun di RS, puskesmas dan klinik, sedangkan KKN hanya bermasyarakat selama 1 bulan. Tapi dasarnya sama, mengaplikasikan ilmu yang didapat selama program pendidikan secara komprehensif.

Sebagaimana kita ketahui, sebaran dokter di Indonesia ini sangat tidak merata. Lebih dari 60% jumlah dokter Indonesia berada di pulau jawa. Itupun adanya di kota-kota besar. Di Jawa Barat saja, masih banyak daerah yang untuk bertemu dengan dokter, butuh naik gunung turun gunung. Untuk bisa bersalin di tenaga kesehatan, perlu berjalan berkilo2meter karena tidak ada kendaraan umum yang melintas, seperti di daerah priangan timur, bahkan daerah Jatiluhur sekalipun.

Terlepas dari seperti apa program internship itu, namun hal-hal seperti kerasnya kehidupan para dokter ini luput dari sorotan media massa. Coba bayangkan, berapa banyak dokter yang harus kalangkabut di daerah sana karena pasiennya membludak, karena perbandingan dokter dan masyarakat yang terlalu besar, dengan kondisi beragam. Lelah lahir batin. Apalagi kalau yang menjalaninya adalah dokter internship.

Banyak polemik mengenai internship terjadi akibat persiapan menuju pemilu legislatif bulan depan. Apa hubungannya? Jelas berhubungan, karena ternyata SK dan Surat Tugas internship dokter-dokter baru ini belum bisa turun karena program internship tahun 2014 ini belum di acc oleh DPR RI. Alhasil banyak sekali dokter baru yang menganggur, SIP belum diberi, kapan bisa memulai internship pun tidak jelas. Dokter2 yang sudah menjalani program internship pun sedang berjuang untuk hidup, karena gaji mereka belum dibayarkan sejak januari, akibat belum di acc nya anggaran program internship sepanjang 2014.

Sebagai solusi alternatif, Dekan FK UNPAD ini mengajukan sistem internship yang terintegrasi dengan program pendidikan pascasarjana. Dokter yang menjalani internship akan diminta melakukan penelitian selama program internship itu berlangsung. Selain itu, para dokter internship pun direkrut sebagai dosen luar biasa untuk membimbing adik2nya yang sedang stase kedokteran keluarga dan ilmu kesehatan masyarakat. Menjaga ilmu dan idealisme melalui pendidikan dan penelitian. Menarik bukan?

Solusi alternatif dari Prof. Tri ini sungguh menarik sebetulnya, tapi masih saja menuai kritik dan tuntutan besar. Hal ini dikarenakan masih banyak dokter baru dan orang tua dokter baru yang menganggap sistem yang di ajukan Prof. tri ini sangat mentah. Tidak adanya bukti hitam diatas putih atas ungkapan-ungkapan beliau, tidak jelasnya status serta sistem pendidikan dan internship yang dijalani menjadi prioritas kritik yang dilontarkan. Prof. Tri juga menjanjikan untuk keberangkatan 1 april 2014 bagi mereka yang ingin megikuti program beliau tersebut dan akan ditempatkan di daerah priangan timur.

Diluar itu semua, bicara mengenai internship ini sedikit menggelitik. Hal ini dikarenakan status internship ini adalah menggantung. Dia berada diantara KKN dan PTT. Dikatakan KKN, bukan, karena mereka sudah lulus dari universitas dan mendapat gaji bulanan sebesar 2,5 juta yang dibayar setiap 2x selama 3 bulan. Tapi dinyatakan dokter PTT pun bukan, karena meskipun pergi ke daerah terpencil dengan berbagai resiko, tetap saja statusnya tidak diakui sebagai pegawai di RS, puskesmas, ataupun klinik. Tidak ada gaji ataupun tunjangan dari daerah maupun tempat mereka bekerja, padahal mereka yang memeriksa dan merawat pasien, hingga bertanggung jawab atas rekam medik pasien. Tidak semua tempat memberi upah atas jasa pelayanan mereka dari RS, puskesmas, atau klinik. Tidak ada jaminan keamanan dan keselamatan kerja bagi mereka, karena mereka bukan karyawan.

Lalu siapakah mereka? Ya, dokter internship, sebuah status baru setelah sarjana kedokteran-dokter muda-dokter internship-dokter umum/layanan primer-dokter spesialis.

Terus bermimpi

Saya ini manusia mimpi. Meskipun saya tahu apa yang saya inginkan hanya mimpi, tapi saya menikmati mimpi itu. Saya menikmati ketika saya memimpikan itu. Langkah saya menuju pada apapun yang Allah takdirkan, tapi sejak kecil saya bermimpi jadi dokter.

Dulu saya kira jadi dokter itu tidak mungkin, tapi nyatanya sesaat lagi saya jadi dokter. Banyak orang bilang akan sulit jika saya menjadi dokter kelak, saya butuh uang banyak, koneksi yang banyak, dan otak cemerlang. Alhamdulillah, uang Allah yang beri sampai saya bisa mulus sejauh ini. Koneksipun Allah bukakan jalannya, sampai2 saya punya teman2 hampir di seluruh penjuru nusantara. Otak cemerlang pun Allah perlahan tunjukkan. Bukan dengan saya jadi istimewa dan pintar, tapi saya dimampukan menjalani kehidupan di kedokteran. Semuanya dari Allah. Yang saya lakukan hanyalah tidak berhenti bermimpi.

Maka jika orang lagi2 bilang bahwa mimpi2 saya yang lain tidak mungkin, saya tidak peduli lagi. Kalaupun memang itu tidak mungkin, biarkan saja saya bersama mimpi2 saya. Autistik? Itu urusan saya. Kalaupun memang sulit untuk saya melakukan itu, saya tidak peduli berapa banyak mimpi buruk yang harus saya hadapi untuk akhirnya mendapat mimpi indah itu. Saya akan terus bermimpi.

Karena manusia tidak pernah tahu episode terakhirnya.

Minggu, Maret 09, 2014

Long-life learning

These days supposed to be my holiday after have had pressuring moment prior to the national exam. Others said i need to do a lot of fun things, but i choose to joining some free courses from coursera.org. For me, this is what i called fun! Hahahaha. (I'm not that nerd.. I also watch movies everyday.. Hahahaha)

These are great courses, honestly. You can choose what you want to learn, how much you want to know, how hard you want to work with it. I am not an expert in english but the teachers speak english fluently. I dont need to be affraid of any difficulty because when i think i don't really understand what they say, i can just pause the video and play it back.

One of the subject i am joining is instructional methods in health professional educations. At first, i think because i am a newbie in this kind of subject, i need to try hard to learn. Yet, after i saw the list of teaching materials, i don't think it will be that hard. They teach us from the very basic things. I learn from the very basic of thinking, learning style, way of thinking, motivation, and constructing learning issues, evaluation as well.

Some people might think if the courses will be boring and not interactive. We only have one way of communication. Even they have some kind of forum to discuss, but i dont't know why, i cannot stand for long time with this.

However, this is amazing. These courses are things even busy people can do between their business and leisure time. Sometimes people need to learn more to solve their problem in work, or just to improve their knowledge besides of their major, and so do i. No matter how busy you are, there are always lot of ways to learn. The most important things you need to know is "what you want and need to learn? How realistic the things are?", so your life would be a long-life learning.

Rabu, Maret 05, 2014

Point of no return

Orang bilang, ini fase liburan, ngegabut, dan senang2. Entah kenapa, nggak gitu buat saya. Seminggu lebih dari sejak ujian malah bikin saya banyak mikir, banyak nanya, banyak belajar.

Waktu menjelang ujian, rasanya berat banget. Kecanduan keberadaan sahabat2 selama 4 tahun dan harus tiba2 berhenti dalam waktu singkat, itu berat rasanya. Bahan yang banyak. Emosi naik turun. Semangat mesti diseret. Kecepatan kayak siput. Semuanya itu bikin saya lelah sampe titik nadir. Saya sadar, ga akan ada yang bisa bantu saya selain diri sendiri. Namun ternyata cara itu justru bikin frustrasi. Saya bingung, kehilangan arah. Sesekali saya istirahat untuk mencoba memetakan jalan lagi.

Kadang saya berpikir ingin menyerah.

Sekarang ini saya bersyukur udah melewati fase itu. Saya berpikir banyak mengenai hidup ini. Kalau saat itu saya menyerah ditengah2 dan berhenti jadi dokter, lalu saya mau jadi apa? Sampai saat ini, saya ga punya jawaban yang baik. Sekarang saya sadar, saya sudah jalan sejauh ini ternyata, dan udah ga ada lagi point of return. Cuma perlu berjuang lebih lagi untuk jadi dokter yang paripurna.

Semoga kehidupan kedepan bisa menuntun saya jauh lebih baik lagi.

Kemudian saya berpikir tentang perjalanan hidup kedepan. Siapkah saya menghadapi masa depan dengan keadaan seperti ini? Mampukah saya? Saat masih banyak ilmu yang harus dikaji, kebiasaan yang masih harus diperbaiki, dan iman yang harus terus dikuatkan....tapi masa depan itu nyata adanya, tidak bisa ditolak. Tidak ada jalan mundur atau berputar balik untuk menyiapkan itu semua. Waktu terus berjalan. Pilihannya cuma mau siapkan dari sekarang atau nanti saat masa depan yang dinanti ada dipelupuk mata.

Minggu, Maret 02, 2014

Tuhan itu pilihan?

Alhamdulillah hari ini punya mother-daughter quality time yang seru. Ceritanya tentang pendidikan, agama, dan tauhid.

Bermula dari cerita tentang cara orang2 sekitar kami dalam mendidik anak. Prinsip rumah dan keluarga sebagai madrasah pertama dan utama ini sekarang sudah banyak hilang dari lingkungan sekitar kami. Trend menyekolahkan anak di sekolah non-formal semakin merajalela. Bahkan, menyekolahkan agama pun harus sampai ke sekolah agama TKA/TPA. Belum lagi, trend bahwa lulus dari TPA (mayoritas sd kelas 6), seakan seperti sudah selesai yang namanya belajar agama. Belajar agama, ya cukup dari sekolah saja. Ikut DKM/rohis atau sejenisnya jadi sesuatu yang dianggap tidak gaul bagi sebagian kalangan.

Kalau kita runut lagi yang namanya pelajaran agama di sekolah umum di indonesia, kurikulumnya ini agak aneh. Alur berpikirnya ini gak jelas. Saya ingat, pelajaran tauhid saya dapat di SMA. padahal, tauhid itu landasan dasar agama islam. Apa mungkin karena usia dibawah itu dianggap belum mampu berpikir abstrak untuk menerima ilmu itu? Wallahu'alam. Tapi ini yang membuat kami khawatir tentang keteguhan dan keyakinan muslimin indonesia tentang keimanannya. Jangan sampai dari usia 7 tahun sampai usia 15 tahun mereka wajib sholat, hanya diisi dengan rutinitas tanpa esensi. 7-8 tahun loh itu.
***

Lalu, ibu saya tiba2 bertanya, "bagaimana guru kamu dulu mengajarkan tauhid di sma?". Saya jujur sudah lupa dengan cara beliau mengajarkannya. Apa saja yang disampaikan pun saya ga begitu ingat, tapi ujungnya sama, Laa ilaha illallah. yang saya ingat persis adalah bahwa beliau mengajarkan dengan metode "ceramah" bukan diskusi. 

Ternyata obrolan itu membawa kami kembali ke memori tahun 1993. Saat itu saya sering ikut ibu saya ngajar di sebuah universitas islam di bandung. Ibu saya selalu membiarkan saya duduk di kelas (masih dengan seragam TK), menyaksikan cara beliau mengajar. Sesungguhnya, saya ga ingat isi bahasan2nya, soalnya saya masih sangat kecil waktu itu, jadi ga ngerti.

Saat itu kelas membahas tentang Tauhid. Pertanyaan pertama ibu saya pada mahasiswanya, "seandainya saya seorang atheis, bagaimana cara anda meyakinkan saya bahwa agama yang anda yakini saat ini adalah benar?". Dan saya saat dengar pertanyaan itu saat ini pun jadi deg2an, bingung mau jawab apa.

Diskusi masa itu mengalir panjang menuju suatu pernyataan bahwa setiap manusia butuh Tuhan. Pertanyaan berikutnya dari ibu saya adalah "apa itu Tuhan?". JDANG! Jujur saya ga tau harus jawab apa. Saya jujur bilang pada diri saya bahwa ilmu saya ini dangkal sedangkal2nya. Ibu saya cerita bahwa kalau kita mau melogikakan dan berandai2, sebenernya manusia bisa punya alasan, tapi semua akan berujung pada siapa yang mau kita Tuhan-kan. Karena "Tuhan adalah sesuatu yang dianggap penting hingga mendominasi hidup seseorang".

Kalau mau bilang manusia itu evolusi dari kera, bumi ini tercipta melalui proses alamiah, segala sesuatu punya asal usul, yaa terserah. Itu pilihan manusia. Sesungguhnya, jadi pilihan manusia untuk memilih siapa/apa yang akan mendominasi hidup kita. Mau itu ijazah (gelar), jabatan, tahta, harta, manusia, emosi, nafsu, Allah, atau apapun. Mau itu menganggap bahwa Tuhan itu satu, tiga, sepuluh, atau sebanyak apapun, itu pilihan kita. Tapi agama mana yang benar, Tuhan mana yang benar, itu mutlak islam dan Allah. (Kajian dan penjelasannya panjang kalo yang ini mah)

Kesimpulannya, kalau mau menjadikan Allah satu-satunya Tuhan, ya harus Allah yang mendominasi hidup kita. Harus ikhlas menjalani aturan2 Allah, harus mau melakukan apa yang Allah suka. Sesuka apapun sama hal yang ada di dunia, harus Allah yang jadi utama, pertama, dan segalanya.

Ibu saya selalu ingat moment ini karena gara2 ini juga beliau nambah "anak".
***

Sayangnya, tidak semua keluarga bisa menanamkan fondasi2 islam dengan baik karena orang tua pun banyak bingung bagaimana mengajarkannya pada sang anak. Yang kasian adalah fase2 ketika sang anak harusnya sudah paham kenapa harus sholat 5 waktu, kenapa sholat itu kepada Allah, kenapa harus mengaji agama, kenapa harus hidup dengan agama, tapi ternyata dia belum bisa dipahamkan. Tahu itu belum tentu paham. Ketika agama sudah harus menjadi bagian dari karakter dia, tapi dia belum paham mengapa agama ini penting dan benar. Ketika dia seharusnya sudah bisa mendakwahkan ilmunya kepada keturunan2 mereka, ternyata dia juga ikutan bingung seperti orang tuanya dulu mengajarkan dia. Na'udzubillahi mindzalik.

Ini mungkin sedikit curcol jadinya. Saya ini masih sangat dangkal ilmunya. Saya ga ingin mati gaya depan anak saya kelak kalau dia tiba2 nanya, "kenapa harus islam? Kenapa harus Allah? Bagaimana caranya?", dan lain sebagainya. Saya ingin bisa menjawab dengan baik dan membuat anak saya paham, kan anak itu amanah Allah. Keluarga sebagai sarana dakwah terkecil ini ternyata berasa banget kalo udah mulai melihat ke aplikasinya. Banyak2 istighfar, rim!

Wallahu'alam bisshawab

Popular