Rabu, Juni 11, 2014

Cari kerja 2014

Tadi siang saya baru bilang sama kakak saya, "buat saya, kerja itu bukan semata2 urusan cari uang, tapi bisa bersyukur, bahagia, dan bisa bermanfaat maksimal". Emang sih kalau perempuan ga punya tanggung jawab berlebih urusan nafkah, tapi janganlah jadi pria yang mencari rejeki bergantung pada gaji yg diiming2kan. Cari rejeki itu gantungkan pada Allah. Selama ikhtiar dan doa nya maksimal, rejeki ga akan kemana. Allah gak akan ngutang.

Maka dari itu, saya bilang, "KALAU kamu masih bisa cari kerjaan lain, jangan menjebloskan diri kepada hal yang kamu ga suka dan dipaksakan. Kalau kamu pasrah, bisa ikhlas menjalani beban kerjanya, gapapa. Yang penting kan sekecil apapun rejekinya, kita mau dan mampu bersyukur, maka nikmat dariNya akan ditambah. Yaa KALAU gak bisa, ikhlaskan untuk kerja apa saja asal halal, dan syukuri :)"

Tapi ini juga bukan berarti duduk manis menunggu pekerjaan yg pas dihati. Ikhtiar mencari juga harus ditempuh melalui proses2 yang benar. Kalau memang untuk jadi pemilik perusahaan itu harus berproses dari menjadi karyawan, lalu jadi manajer, jadi direksi, dan akhirnya menjadi owner, yaa tempuhlah jalur itu. If you want it, you must will it. Will itu yaa harus disertai usaha yang kuat juga.

Semangat mencari! Jangan lupa sesuaikan dengan bakat dan minat. Rejeki manusia tak selamanya harus berbentuk uang. Uang itu penting, tapi kalau bentuk rejekinya Allah ganti jadi beasiswa, bukan uang yg kita terima, itu rejeki juga kan yaaa? Harus disyukuri juga kan yaa? Hehehehe. Selalu bersyukur :)

Pilpres 2014

Pembangunan Indonesia, menurut saya, harus kembali kepada ideologi dan identitas bangsa. Masalah yg telah dilalui bangsa ini untuk mencapai pembangunan yg baik pasti banyak, tapi untuk saat ini, itu bukan alasan untuk menyalahkan pemimpin yang ada ataupun mencerca pemimpin yang akan datang. Masa peralihan pemimpin sudah mulai tiba. Sudah saatnya kita berpikir analitik untuk mencari akar masalahnya dan mendapatkan solusi terbaiknya bersama pemimpin yang akan datang. Tapi siapakah dia?

Setiap orang punya ideologi masing2, itu wajar, tapi ideologi bangsa yang mana adalah Pancasila dan cita2 besar bangsa pada UUD 1945 adalah milik seluruh bangsa Indonesia jika ingin tetap bersatu dalam sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut saya, saat ini hal tersebut yg harus menjadi acuan utama kita untuk memilih capres-cawapres 2014, untuk mendapati Indonesia yang lebih baik. Bangsa ini sudah terlalu lama jalan masing2, menjadi bangsa individualis dengan kepekaan sosial yg terus berkurang, mulai apatis pada kondisi politik bangsa, dan mulai pragmatis dan pesimis terhadap cita-cita bersama. Mari pertimbangkan, mana calon yang memiliki pemahaman ideologi yang baik, yg sesuai dengan dasar negara kita, yang solutif, yg tepat sasaran pada masalah utama bangsa. Bagi saya, calon seperti itu yang layak dipilih.

Bangsa ini punya banyak intelektual muda berbakat. Sudah bukan saatnya kita memilih karena tak ingin memilih. Sudah bukan saatnya kita memilih karena uang. Sudah bukan lagi saatnya kita memilih karena pilihan orang. Sudah bukan lagi saatnya kita memilih dalam ragu. Sudah bukan lagi saatnya kita pilih presiden sambil memejamkan mata di bilik suara atau hitung kancing saat memilih. Sudah saatnya kita memilih solusi bangsa dengan keyakinan melalui pemimpin yg kita pilih, dengan kepasrahan dan doa yang terus menerus kepada Yang Maha Adil dan Maha Kuasa.

Mungkin kaum yang sudah sangat berpengalaman berkata, "sudah cukup dengan janji manis". Bagi saya, pada apa lagi optimisme kita akan berpegang, pada apalagi optimisme kita berpijak, jika bukan pada cita2 dan mimpi besar? Membanding2kan capres-cawapres secara INDIVIDU tak akan pernah ada habisnya. Kelemahan demi kelemahan akan terus kita temukan. Kita tak akan pernah temukan pemimpin yang sempurna, karena kepemimpinan adalah seni. Bukan berarti jangan membandingkan, karena karakter pemimpin pun penting. Akan tetapi jika kita jadikan itu satu2nya landasan ataupun landasan utama, kita akan lebih mudah membenci dan mendiskreditkan orang.

Bangsa ini mengalami dinamika yang sangat keras. Masalah demi masalah kita hadapi, mulai dari masalah ekonomi, sosial, politik, hukum, kesehatan, pangan, energi, transportasi, daaaaannn sangat banyak aspek yg saat ini jika dibiarkan akan jatuh kepada kondisi kritis. Jika itu terjadi, yang sulit akan makin sulit, yang punya kemudahan bisa semakin tak peduli.

Kondisi yang mengerikan yang harus kita atasi bersama ini, butuh pemimpin yang baik. Pemimpin yg baik bukan hanya punya karakter yg baik, tapi sesuai dengan kebutuhan bangsa saat ini, pemimpin harus juga solutif. Capres-cawapres mana yang memberikan ide2 terbaiknya, itu yang harus kita pilih. Bukan lagi memilih si A karena tidak ingin memilih si B, karena dengan begitu kita ujungnya akan mudah goyah, mudah ragu, dan bermental "menyalahkan". Tapi kalau kita memilih karena visi, misi, dan solusi, kita akan memberikan dukungan yg positif untuk negeri dan tidak mudah goyah karena kampanye2 negatif. Kalau kita punya kesamaan visi misi, kemanapun langkah kita pergi di bumi ini, akan selalu memberikan sumbangan yang baik untuk kemajuan negeri kita ini.

Selasa, Juni 10, 2014

Jadi menkes

Sepulang kerja, sambil nonton tv dan mengantuk karena kurang tidur akibat jaga malam *jagain kakak saya yang sakit*
"Neng, kamu suatu hari nanti jadi menkes yaa?" Ucap kakak saya sambil nonton tv
"Gak mau." Jawab saya tegas
"Kenapa?" Tanyanya heran
"Soalnya kalau saya jadi menkes, nanti saya banyak uang tapi sibuk banget karena mikirin rakyat.. Terus saya kapan tidurnya?"
-________-" sesepele itukah? Sepenting itukah tidur?
Saya: hahahahaha

Sabtu, Juni 07, 2014

Mau jadi dokter itu mahal?

Pendidikan dokter Indonesia memang edap sedap nikmat liatnya. Duitnya besar, aktivitasnya padat, karir terjamin. Begitulah orang memandang fakultas kedokteran.

Seminggu yang lalu, saya dan sepupu saya main ke sma tempat saya menimba ilmu dulu. Main2 saja, karena sepupu saya ini ingin sekolah disana katanya. Taunya, disana saya bertemu dengan seorang ibu yang juga ingin memasukkan anaknya ke sekolah itu. Ngobrol2, setelah si ibu tahu saya lulusan fk unpad, dia bilang "anak saya juga dulunya mau jadi dokter. Tapi setelah saya dengar kalau biaya sekolahnya tinggi, saya bilang sama anak saya supaya lupakan saja mimpi jadi dokternya". Saya senyam senyum dengernya. Saya bilang, "iya bu, betul. Masuk kedokteran itu mahal sekali biayanya. Banyak waktu yang harus dikorbankan, keluarga yang sering ditinggalkan, butuh energi lebih, dan butuh keinginan yang kuat. Kalau uang, itu relatif...".

Si ibu cerita lah berapa angka uang yang harus dikeluarkan untuk bisa masuk kedokteran. Besar sekali memang terdengarnya, bisa hingga ratusan juta. Tapi sungguh, itu bergantung pada universitas mana yang menjadi referensi. Universitas swasta memang harus diakui, beban keuangannya besar sekali. Tapi jangan dipukul rata untuk semua universitas. Dan biaya itu tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas pendidikannya kok. Yang perguruan tinggi negeri tidak sebesar itu. Apalagi di unpad, terhitung paling murah. *promosi dikit* hehehehe

Yang paling penting dari semua itu adalah jangan pernah patahkan semangat dan mimpi anak hanya karena urusan biaya. Masalah rezeki itu Tuhan yang atur. Kalau memang diberi jalan untuk diterima di Fakultas Kedokteran, pasti diberi dengan rezekinya, melalui jalan apapun. Percaya bahwa Tuhan Maha Adil, Pengasih, dan Penyayang. Banyak jalan rezeki yang bisa diupayakan. Banyak beasiswa dan bantuan untuk mahasiswa yang tidak mampu dan mahasiswa yang memiliki prestasi yang baik. Cukup tunjukkan bahwa anda layak menjadi mahasiswa fakultas kedokteran, dan anda harus banyak bertanya mengenai jalan2 rezeki yang bisa di tempuh untuk menjaga keberlangsungan kuliah di fakultas kedokteran.

Setiap orang berhak mengejar mimpinya. Setiap orang berhak membangun hidup impiannya. Jangan patahkan semangat itu. Jangan pernah.

Popular