Senin, Januari 06, 2014

Kuliah Kerja Nyata atau liburan?

Memori kembali ke 2,5 tahun yang lalu. Saaat kami menumpangi bis penuh perabotan, lebih banyak dari jumlah penumpang sepertinya. Hahaha. Hampir ada teman saya yang tidak dapat jatah kursi. Awal yang cukup membuat penasaran untuk kehidupan singkat di desa. Ya, kami akan tinggal 1 bulan saja di sebuah desa di garut sebelah selatan. Teman baru, lingkungan baru, budaya baru. "Let's rock!" Itu yang terbersit di kepala saya.

Saya ini rakus. Biarlah. Saya kira sebulan itu cukup lama untuk bisa memberikan memori yang banyak di kepala saya, tapi terlalu singkat untuk memberi saya pelajaran hidup. Bukan karena saya merasa tidak belajar banyak, justru sangat banyak, tapi saya mau lebih. Pelajaran hidup di desa memang tidak akan pernah ada habisnya.

Interaksi dengan dunia benar2 saya lakukan. Naik turun gunung setiap hari kami jalani. Saya berinteraksi banyak dengan orang2 disana, pepohonan, binatang2, bulan, bintang, dan hampir semua ciptaanNya yang nampak. Semua saya jalani dengan sepenuh hati. Bahkan teman saya katanya berinteraksi dengan mereka yang tak nampak. Entahlah.

Saya jalani semua dengan hati, hingga orang anggap saya terlalu sensitif, terlalu peka, terlalu dipikirin, terlalu care. Apalah itu namanya. "Saya hanya ingin menikmati", itu yang diniatkan. Bukan sekadar menikmati alam, tapi menikmati dinamika masyarakat yang ada disana. Saking menikmatinya, saya sampai gregetan, ingin meninggalkan jejak nyata disana sebagai kontribusi pada masyarakat, bagian dari masyarakat. Sayangnya, itu tidak terwujud.

Setelah waktu berlalu, saya masih belum beranjak dari memori itu. Masih melekat erat. Memberikan semangat dan obsesi baru pada hidup saya.

Orang bilang ini liburan. Ya, terdengar seperti itu. Namun sesungguhnya ini adalah KERJA, makanya disebut Kuliah Kerja Nyata. Hanya saja banyak yang tidak paham pada hal itu.

Kalau saya jadi dosen pembimbing lapangan, saya akan jadi dosen yang dibenci mungkin, karena pandangan saya pada hal ini terdengar berlebihan. Saya hanya ingin orang2 tahu, bahwa kurikulum dibuat bukan dengan main2. Ada dasar, tujuan, dan harapan yang menyertainya. Dan KKN ini adalah bagian dari itu. Kalau kita tidak paham intinya, lalu, masihkah kita layak lulus dan menyandang predikat 'baik' atau bahkan 'sangat baik' itu?

Ini lah problem rakyat. Kehilangan intelektual muda nya yang peduli pada masyarakat. Padahal, kita ada karena mereka yang disana menganggap keberadaan kita, membutuhkan keberadaan kita, bukan karena yang diatas2 itu mengabsen nama kita setiap hari. Menjadi manfaat, itu baru kaum intelek.

Popular