Kemudian datang tawaran untuk lebih aktif lagi di salah satunya, mulai dari diangkat sebagai koordinator wilayah, wakil sekretaris wilayah, dan hingga akhir 2012 saya jadi koordinator sebuah departemen nasional organisasi tersebut. Sangat paham segala hiruk pikuk organisasi tersebut. Ya, sebut saja ISMKI. Disana banyak isu beredar mengenai CIMSA. Saya yang juga pernah terlibat di kehidupan CIMSA, merasa heran. Rasanya apa yang dibicarakan gak segitunya. Banyak bumbu A, B, C, nya. Sungguh sensasi politik nya berhembus dimana2.
Dikampus, saya berteman sangat dekat dengan para aktivis CIMSA. Rasanya aneh, tiap bicara ttg organisasi selalu saja ada yg bertentangan. Sampai2 ada teman saya yang begitu tau saya cukup aktif di ISMKI, langsung antipati pada setiap aktivitas saya. Bahkan sampai ada yang frontal bilang, "Rim, lo anak ISMKI? Gw ga ngerti, kenapa sih ISMKI itu blablabla...."
Perpolitikan antar mahasiswa kok begini amat?
Sayapun mencoba mengalihkan fokus ISMKI dari yg tadinya berpikir banyak ttg CIMSA, jadi fokus pada aksi nyata untuk negri. Tapi sayangnya, karena satu dan lain hal, saat itu gak berhasil. Malah saya yang gagal memimpin. Kemudian setelah itu, saya berjanji akan melakukan banyak hal positif untuk membayar utang2 itu semua pada negri ini.
Dinamika politik sepertinya enggan pergi dari hidup saya. Sekarang saya dihadapkan pada permasalahan politik yg huwoooww melelahkan. Sangat lelah, sampai ingin nangis rasanya. Sangat bersemangat, karena ini salah satu momentum yg ga boleh terlewatkan untuk memperbaiki negri ini. Demi Indonesia yang lebih baik. Sampai2 ada teman saya bilang, "kok kamu tetap tenang, padahal kami2 sudah naik turun emosinya?". Saya cuma bilang, "kuncinya, yakin".
Kemudian saya mengingat banyak mimpi saya. Saya pernah bermimpi ingin jadi pejabat WHO. Melalui kesehatan, saya ingin jadi bagian dari perdamaian dunia. Melalui kesehatan, saya ingin hilangkan diskriminasi. Melalui kesehatan, saya ingin bangun pendidikan yg lebih baik. Dan melalui kesehatan saya bisa jadi bagian dari rahmat semesta alam. Ketinggian? Mungkin. Tapi teman saya ini bilang, "rim, harus ngeyel, tetep ngeyel. Karena ngeyel itu yg bedain orang beriman dan nggak".
Kembali ke polemik antar organisasi itu dan pengalaman saya saat ini yg kurang lebih efek dari perdebatan 2 pihak, saya belajar untuk terus ada diantara masalah. Saya belajar untuk punya endurance lebih. Saya belajar untuk mengatasi masalah dengan lebih bijak. Saya belajar untuk bisa lebih kuat. Saya belajar untuk punya keyakinan dan optimisme. Dan saya belajar untuk memahami banyak kepala, pandangan, dan ego.
Saya punya grup line bareng temen2 lulusan UKDI Februari 2014 se-indonesia. Disana belajar banyak, ketemu berbagai jenis manusia. Seru banget. Tapi saat ini saya nemuin 2 orang yang paling seru diajak ngobrol, sefrekuensi banget, dan kayanya kalo ketemu mereka saya ga usah ngomong pun mereka tau apa yg saya pikirin. Karena saat ini, via line pun sering begitu.
Tiba2, tadi saya diberikan satu fakta bahwa salah satu orang yg dekat sama saya ini adalah aktivis CIMSA. Bahkan pernah memegang jabatan paling tinggi disana. Sempet bingung beberapa detik. Bingung, kenapa dulu saya alay banget yaaa? Dulu saya jadi salah satu orang yg mikirin cara buat 'ngalahin' CIMSA, tapi pimpinan CIMSA nya saat ini jadi teman baik saya.
Yang menjadikan kita berselisih bukan orang didalamnya, bukan organisasinya, bukan tujuannya. Karena semua pada dasarnya adalah baik. Orangnya baik2, organisasinya juga baik, tujuan ya juga untuk kebaikan. Tapi ada ego yang bermain disana. Merasa memiliki organisasi tersebut, secara otomatis membentuk batasan yang nyata diantara keduanya. Dua kekuatan yang sama2 besar, sama2 baik, tapi tidak pernah bisa bersatu. Padahal kalau disatukan bisa jadi kekuatan syang sangat besar.
Ya Allah.....
Persatuan itu indah loh. Saat ini kami yg UKDI Februari bikin grup tanpa mandang latar belakang, tanpa mikirin status, tanpa mikirin siapa dia. Sungguh natural pertemanan kami. Dan kalau dipikir lagi, ngapain sih dulu saya segitunya mikirin perdebatan antara ISMKI dan CIMSA? Toh ketika sudah lulus, kita semua sama2 sejawat. Toh ketika sudah jadi sejawat, dia juga yang akan jadi teman diskusi, tempat konsultasi, dan sahabat berbagi.
Sama seperti 2 organisasi yang saat ini bikin kami galau berat. Ngapain ribut? Toh dilapangan dia juga yg jadi sejawat kita. Toh di lapangan, orang cuma tau dokter itu yaa dokter sesuai keahliannya. Bukan dokter dari organisasi A B atau C. Kecuali kalo yg jadi dokternya,Sp.IK, alias jago speak doang.. Hahahaha. Ujungnya gini, ga mengindahkan kesejawatan. 2 power yg kalau digabungkan bisa membangun perubahan bangsa yang jauh lebih baik, jauh lebih besar, jauh dari progres yang biasa. Gara2 ego masing2 jadi nya ga bisa ngasih efek besar untuk bangsa. Gara2 apa? Gara2 orang2nya ga berhasil ngalahin si ego, jadi pada mau menang sendiri.
Saran saya kalau ada anak ISMKI atau CIMSA yg baca ini, udahlaaahh rujuk aja.. Bikin satu kesatuan yg ga usah pikirin ego masing2. Kalo dari mahasiswa udah belajar egois sama organisasi, tua nya nanti kayak yg diatas sekarang, kan kacau. Jangan pernah belajar untuk terbiasa melakukan kesalahan, lama2 resisten dan menganggap yg salah itu jadi benar.
Persatuan itu indah.... Yukk belajar bijak memandang perbedaan.
Kalau kata prof.tri, ibarat memandang 2 rumah makan yg berbeda. Ada yg rame banget, ada yg sepi banget. Mau pilih yg mana? Pilih yg manapun ga ada yg salah. Yg menjadikannya tampak salah adalah kesesuaiannya dengan tujuan yg ingin dicapai. Jadi fokus pada tujuan asal dan hormati perbedaan dengan bijaksana :)