Kali ini bukan tentang makanan lagi. (bukan karena komen tanri ttg tulisan ngautis sebelumnya yaaa.. hahaha).
Hari ini hari keempat saya ada di kota tasikmalaya. Gak kayak sebelumnya yang saya kerjaannya cuma makan, tapi kali ini saya coba keliling kota tasik. Pertama, tujuan saya adalah pusat kota tasik yang sebetulnya Cuma segede gitu, tapi karena jalannya muter2 jadi berasa jauh banget. Disana saya sempat ke galeri salah satu provider telepon seluler untuk betulin nomer buci saya yang entah kenapa keregistrasi secara otomatis ke kuis2 gak jelas yang tiap smsnya nyedot pulsa dua ribu rupiah. 5 menit, semua beres. Dan ketika itu saya lihat di parkiran galeri, mobilnya semua ber-plat D yang berarti dari bandung.
Kemudian tante saya ini bilang,
“beda yaa orang yang pendidikan nya bagus mah ngasih pelayanan juga jauh lebih baik...”.
sebenernya ini versi sotoy, suudzon, dan husnudzon nya kita. Berpikir kalo pendidikan di ibukota jawa barat itu jauh lebih baik daripada di kota itu, bikin kita mikir, mungkin karena di kota itu orang2nya kurang ditanamkan nilai2 dan prinsip2 dalam bidang profesinya. Beranggapan bahwa pendidikan di kota besar sangat efektif dan kondusif dengan segala metode serta fasilitas yang ada. Dua hal yang membuat kenapa tante saya bilang seperti itu.
Disini saya tidak hanya tertohok, tapi saya juga terusuk. *lebay* bagaimana tidak, ketika saya yang hidup dan besar di kota besar seperti bandung, tapi masih merasa belum jadi calon dokter yang baik, belum jadi mahasiswa yang ideal, yang memiliki hati nurani yang bersih, semangat yang membara, dan INTELEKTUAL YANG TERASAH. Padahal memang benar, ketika saya membandingkan fasilitas dan metode yang dimiliki kampus di kota bandung dengan disana, banyak gap diantaranya, secara kualitas pengajar, kualitas input mahasiswa, metode pembelajaran, dan proses pengembangan diri yang dijalani didalamnya. *ini jadi pe-er buat pemerintah seharusnya, standardisasi pendidikan.*
Lanjut dari galeri, saya pergi ke sebuah bukit yang orang sana bilang adalah gunung yang ada sebuah desa diatasnya. Dulu nama desa itu adalah bojong gaok, tapi berhubung desa tersebut bersebelahan dengan kecamatan sukasari, mereka menamai tempat itu menjadi bogasari. Agak mirip merk sebuah bahan sembako memang.
Tempat itu tempat saya belajar banyak hal sejak kecil. Alhamdulillah belajar mengambil hikmah dari setiap dinamika sosial didalamnya. Keluarga saya cenderung melarang saya banyak bergaul disana karena lingkungannya memang kurang kondusif untuk sebuah pengembangan diri yang baik. Bagaimana tidak, orang2 dewasa yang mengajarkan bertuturkata yang tidak baik pada anak2 disana, orang2 dewasa yang tidak mengajarkan pentingnya belajar dan menuntut ilmu. Prinsipnya adalah bisa baca tulis disekolah dan memiliki pengetahuan agama. That’s it. Bagaimana bersikap pada orang dewasa, bagaimana beretika, sangat kurang ditanamkan pada anak2 ini. Sampai2 ada anak yang berbuat kasar pada orangtuanya sendiri dan itu sudah biasa.
Dulu, saya pernah belajar agama disana selama beberapa bulan di sebuah mesjid cukup terkenal disana. Disana saya pernah bertengkar dengan seorang anak kyai. Tidak ada yang berani dengan anak ini. Bahkan ustadzah nya pun sudah ‘ampun’ mengatasi anak ini. Suatu ketika dia berkata,
“maneh nanaonan balaga pisan sih ka aing? aing teh nu boga ieu masjid...”
dan saya bilang saat itu dengan polosnya,
“masjid mah da bumi Allah, sanes nu kamu..”.
Padahal memang anak laki2 ini adalah anak dari pendiri yayasan dan mesjid tersebut. Tapi ini membuat saya berpikir lagi, kenapa predikat anak kyai membuat orang2 jadi segan. Toh yang kyai bapaknya bukan anak nya. Dan saya rasa ini tidak hanya terjadi di tempat itu, tapi jauh ditempat2 yang lain juga masih banyak yang seperti itu.
Disana juga banyak hidup ibu2 usia lansia yang memiliki kesehatan yang kurang dengan kondisi ekonomi yang sangat tidak baik. Untuk makan hari ini pun bingung, apalagi buat besok. Dan disana benar2 luar biasa karena setiap tetangganya adalah orang yang saling tolong menolong. Ini sebuah nilai dan dinamika yang mengalami degradasi di masyarakat terutama masyarakat kota. Kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan.
sebenernya masih ingin bercerita banyak tentang tempat ini, tempat yang luar biasa memberi saya banyak pengalaman. Tapi ampe taun depan pun gak akan beres2. hahaha ^^
Jumat, Agustus 13, 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular
-
Konyol memang kalau diingat. Dulu, waktu masih sangat aktif berorganisasi saya tergabung kedalam 2 organisasi besar di fakultas kedokteran s...
-
ngomong2 tentang BERUBAH,, ada 1 hikmah paling menarik yang saya dapet sewaktu ngobrol sama temen saya. perempuan. suatu hari saya main ke k...
-
sekarang mulai paham kenapa di stase ikm-famed ini selalu "geregetan". seneng sih ngejalanin aktivitas sehari2 di puskesmas, tapi ...
-
Lama gak posting setelah banyak hal terjadi dalam hidup. Yes, di fase internship aku belajar banyak. Perjalanan berliku tak ayalnya harus a...
-
saya, ibu saya, punya dialek yang sama saat berbicara serius.. saya,ibu saya, punya nada tertawa yang sama .. saya, ibu saya, punya hobby ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar